Minimalisir Kasus Human Trafficking di NTT, Kompak Ajak Gunakan Wake Up Call di Medsos



Dalam lokakarya Aktor dan Gagasan untuk Narasi ke-Indonesiaan dari NTT yang diselenggarakan Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak) itu muncul ide untuk meminimalisir kasus human trafficking di NTT.

Gagasan itu dikeluarkan oleh Pendeta Emmy Sahertian, salah satu pembicara dalam lokakarya itu,  Jumat (24/1/2020) siang, di Celebes Resto Kupang.

Pendeta Emmy Sahertian sangat konsen terhadap upaya meminimalisir kasus human trafficking di NTT. Tak heran, di laman facebooknya selalu terposting kasus-kasus human trafficking, khususnya saat jenasah-jenasah korban human traffikcing tiba di Bandara El Tari Kupang untuk diteruskan ke daerah masing-masing.

 Pdt Emy Sahertian (kiri) dan Ibnu Kharis (El Bukhari Institute) pembicara dalam Lokakarya Aktor dan Gagasan untuk Narasi ke-Indonesiaan dari NTT, Jumat (24/1/2020) siang, di Celebes Resto Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo)

Dikatakan Pendeta Emmy Sahertian, sebagian besar masyarakat ‘tidur’ dengan smartphonenya bahkan tak bisa lepas dari produk teknologi dimaksud.

“Pernah satu kali saya mencoba menganalisis ini, teman yang bereaksi terhadap facebook (FB) saya itu ternyata kebanyakan pada tengah malam itu rata-rata diantara jam 02.00 Wita hingga pukul 07.00 Wita,” kata Pendeta Emmy Sahertian.

Dengan kondisi itu, demikian Pendeta Emmy Sahertian dia mengambil kesimpulan dini bahwa orang lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermain medsos pada tengah malam atau dini hari.  Dan kebanyakan adalah perempuan atau ibu rumah tangga dan anak remaja.

“Dalam psikologis, diantara jam itu saatnya otak istirahat tetapi kalau diprovokasi dengan berbagai berita maka otak itu akan langsung serap dan tidak bisa mensortir. Coba kita buka FB kita, lalu perhatikan jam berapa teman kita bereaksi di FB kita,” ajak Pendeta Sahertian yang mengaku pernah melakukan analisa sederhana.

Menurut Pendeta Emmy Sahertian, audio visual itu sangat efektif untuk ‘menarik perhatian’ pengguna medsos. Karena itulah metode ini sering digunakan Pendeta Emmy Sahertian untuk penanganan isu human trafficking.

“Jangan harap saya posting pagi atau siang. Tapi saya positng malam atau menjelang malam dan dini hari. Ini hanya tips, ini pengalaman praktis saya di lapangan,” kata Pendeta Emmy Sahertian.

Dijelaskan Pendeta Emmy Sahertian, pihaknya berani memposting jenasah TKI yang didatangkan dati luar negeri itu karena persoalan yang ada adalah ketika publik terlena dengan berita-berita lain seperti politik, atau berita yang sebetulnya adalah berita abal abal dan jga orang lebih suka dengan berita romantis.

Dalam lokakarya Aktor dan Gagasan untuk Narasi ke-Indonesiaan dari NTT yang diselenggarakan Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak) itu muncul ide untuk meminimalisir kasus human trafficking di NTT.

Gagasan itu dikeluarkan oleh Pendeta Emmy Sahertian, salah satu pembicara dalam lokakarya itu,  Jumat (24/1/2020) siang, di Celebes Resto Kupang.

Pendeta Emmy Sahertian sangat konsen terhadap upaya meminimalisir kasus human trafficking di NTT. Tak heran, di laman facebooknya selalu terposting kasus-kasus human trafficking, khususnya saat jenasah-jenasah korban human traffikcing tiba di Bandara El Tari Kupang untuk diteruskan ke daerah masing-masing.

 Pdt Emy Sahertian (kiri) dan Ibnu Kharis (El Bukhari Institute) pembicara dalam Lokakarya Aktor dan Gagasan untuk Narasi ke-Indonesiaan dari NTT, Jumat (24/1/2020) siang, di Celebes Resto Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo)

Dikatakan Pendeta Emmy Sahertian, sebagian besar masyarakat ‘tidur’ dengan smartphonenya bahkan tak bisa lepas dari produk teknologi dimaksud.

“Pernah satu kali saya mencoba menganalisis ini, teman yang bereaksi terhadap facebook (FB) saya itu ternyata kebanyakan pada tengah malam itu rata-rata diantara jam 02.00 Wita hingga pukul 07.00 Wita,” kata Pendeta Emmy Sahertian.

Dengan kondisi itu, demikian Pendeta Emmy Sahertian dia mengambil kesimpulan dini bahwa orang lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermain medsos pada tengah malam atau dini hari.  Dan kebanyakan adalah perempuan atau ibu rumah tangga dan anak remaja.

“Dalam psikologis, diantara jam itu saatnya otak istirahat tetapi kalau diprovokasi dengan berbagai berita maka otak itu akan langsung serap dan tidak bisa mensortir. Coba kita buka FB kita, lalu perhatikan jam berapa teman kita bereaksi di FB kita,” ajak Pendeta Sahertian yang mengaku pernah melakukan analisa sederhana.

Menurut Pendeta Emmy Sahertian, audio visual itu sangat efektif untuk ‘menarik perhatian’ pengguna medsos. Karena itulah metode ini sering digunakan Pendeta Emmy Sahertian untuk penanganan isu human trafficking.

“Jangan harap saya posting pagi atau siang. Tapi saya positng malam atau menjelang malam dan dini hari. Ini hanya tips, ini pengalaman praktis saya di lapangan,” kata Pendeta Emmy Sahertian.

Dijelaskan Pendeta Emmy Sahertian, pihaknya berani memposting jenasah TKI yang didatangkan dati luar negeri itu karena persoalan yang ada adalah ketika publik terlena dengan berita-berita lain seperti politik, atau berita yang sebetulnya adalah berita abal abal dan jga orang lebih suka dengan berita romantis.

Lokakarya ini bertujuan untuk memetakan actor, komunitas, Lembaga yang memiliki kapasitas dan potensi untuk berpartisipasi dalam upaya perubahan narasi. Dan Memetakan gagasan, wacana dan referensi yang dapat digunakan sebagai materi untuk merumuskan konten yang relevan dengan kondisi NTT.

Lokakarya ini membahas soal konteks keberagaman, toleransi dan KBB NTT, pengalaman kampanye dan advokasi serta usulan literasi atau referensi jadi bahan materi keindonesiaan. Hadir Kordinator Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak), Zarniel Woleka, SH.

• Wawancara Ekslusif Kajari Kabupaten Kupang Shirley Manutede: Simak Komitmen dan Programnya

• Cara Praktis Mempromosikan Produk Tenun Ikat NTT ke Luar Daerah: Kisah Pengalaman Para Pemilik Usaha

• Tak Hanya Sakura di Jepang atau Tulip di Belanda, Ada Sepe Bermekaran di Kupang NTT

Tiga pembicara masing-masing Pdt. Emmy Sahertian, OMDSMY NOvemy Leo dan Ibnu Kharis membahas soal konteks keberagaman, toleransi dan KBB NTT.

Pendeta Emmy Sahertian membahas tentang gagasan, wacana dan referensi perubahan narasi konteks NTT untuk advokasi dan kampanye tentang isu-isu keberagaman dan toleransi berbasis akar rumput serta pengalaman kampanye dan advokasi.

 Moderator Haris Oematan (kanan) bersama para pembicara Novemy Leo, Pdt Ibnu Kharis dan Pdt Emy Sahertian (kiri) dalam Lokakarya Aktor dan Gagasan untuk Narasi ke-Indonesiaan dari NTT, Jumat (24/1/2020) siang, di Celebes Resto Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo)

OMDMSY Novemy Leo, jurnalis Pos Kupang tentang konteks media social dan tradisional NTT, teknik dan strategi penulisan serta peluang sebagai alat kampanye; keberagaman, toleransi dan KBB NTT dalam pembahasaan di media; media social, media tradisional, pengguna dan kemanfaatan serta literasi atau referensi jadi bahan materi kampanye keindonesiaan.

Dan Ibnu Kharis dari El Bukhari Institute, tentang media social dan konteks toleransi, KBB Indonesia, melawan radikalisme lewat media social, dan strategy pengembangan narasi damai.

Ibnu Kharis membahas soal pengalaman kampanye dan advokasi lawan radikalisme, media social, situasi dan pemanfaatan untuk kampanye toleransi.

Sumber: https://poskupangwiki.tribunnews.com/2020/01/29/minimalisir-kasus-human-trafficking-di-ntt-kompak-ajak-gunakan-wake-up-call-di-medsos?page=3.

Penulis: Novemyleo

Editor: Dinar Fitra Maghiszha

Artikel Lainnya